Kisruh Pemilukada : Politik Menaik-turunkan Spanduk
Sunday, October 30, 2016
Pola pikir primitif kerab dirasuki kepala sebagian timses yang tidak siap bersaing secara sehat. Sehingga politik menaik-turunkan spanduk, bahkan merusak 'spanduk-spanduk yang tidak berdausa' itu merupakan hal yang biasa terjadi di daerah saya.
Beberapa hari sebelum spanduk Pak Wandi dan Pak Nova itu rusak, banyak sekali spanduk-spanduk milik beberapa calon kepala daerah menjadi korban. Ada spanduk yang digorok lehernya foto sang caleg. Ada juga spanduk yang diiris kepalanya. Bahkan sempat ada juga spanduk-spanduk yang dibumi-hanguskan seperti percakapan di bawah ini ;
Basyah : "Kira-kira siapa yang akan memenangkan pilkada tahun ini?"
Raden : "Mudah-mudahan semua kalah?"
Basyah : "Maksudnya?"
Raden : "Yaa. Tidak ada yang memenangkannya."
Basyah : "Itu kan, mustahil dalam satu perlombaan tidak dimenangkan oleh satu kubu pun."
Raden : "Kalau semua kubu itu, menang?"
Basyah : "Hehe, aneh!"
Raden : "Ironinya di kampungku, semua timses sedang bersaing untuk memenangkan kandidatnya masing-masing. Meskipun alur busuk yang mereka tempuh, tapi mereka ingin dilihat dan dinilai bersih oleh masyarakat buta, matanya."
Basyah : "Alur busuk?"
Raden : "Iya, alur busuk. Sampai saat ini, mereka tidak siap jika kandidat-kandidat yang diusungnya kalah. Semua itu sudah terlihat sejak pertama kalinya baliho-baliho di pajang dan di gantung pada sudut-sudut jalan, tidak ada yang memilih jalur sehat."
Basyah : "Tapi itu kan hal biasa, perpolitikan untuk menjatuhkan lawan. Tidak ada yang sehat, akalnya. Baik itu sang kandidat maupun antek-anteknya."
Raden : "Yaa. Itulah sebabnya orang-orang buta termakan omongan-omongan nakalnya. Mereka selalu berbicara melebihi batas-batas logika. Mulai dari menjanjikan bla-bla-bla sampai memperbudakkan agama."
Basyah : "Sedih, mengapa masyarakat biasa yang selalu jadi korban"?
Raden : "Saya juga heran seheran-herannya. Seharusnya spanduk-spanduk kandidat yang masih terpajang di pinggir jalan, meskipun leher dan kepalanya sudah dipotong, bisa diajdikan pelajaran bagi orang-orang berakal."
Basyah : "Mungkin saja, itu ulahnya orang gila yang setapak demi setapak membuntuti jalan. Karena dilihat senyuman munafik tersurat di spanduk makanya dihancurkan kepalanya."
Raden : "Hahaha. Sejak kapan kamu bisa membaca watak orang gila? Bukannya yang bisa menterjemahkan maksud-maksud perbuatan orang gila, orang gila itu sendiri? Jangan-jangan kamu. ..."
Basyah : "Yaa. Secara fakta dan cerita demi cerita! Mereka mampu melakukan hal-hal diluar batas kewajaran. Jadi, wajar saja berbuat demikian."
Raden : "Hahaha. Ada benarnya juga! Di kampung saya spanduk kandidat A, diturunkan oleh pendukung kandidat B. Spanduk kandidat B dipotong talinya oleh supporter kandidat C. Sedangkan spanduk kandidat C dibumi-hanguskan oleh parti pemenang kandidat D. Begitu sampai akhirnya spanduk-spanduk yang calegnya lemah bulu, terpaksa harus cengar-cengir menjauh dari kancah keramaian. Sehingga saat ini hanya spanduk-spanduk kandidat Z yang memenangkan sudut-sudut jalan."
Basyah : "Berarti di kampungmu, banyak sekali orang-orang gila, termasuk kamu?"
Raden : "Oops! Saya? 'yang sedang-sedang saja'. Seraya jadi penontonnya gitu... ."
Basyah : "Hahaha. Kalau dipilkada nanti menangnya kaum mafia, berarti mereka dipilih oleh komplotan babi. Sedangkan orang-orang tidak memilih mereka, bersiap-siaplah untuk dijadikan babi-babi."
Raden : "Hahaha." Teu-rhok bak jib kupi. "Ternyata sipenanya, punya seribu-satu jawaban terhadap soalannya," ia membatin.
Secara manusiawi, tindakan hina menghina adalah bunga kehidupan. Adakala seseorang menjabat sebagai penghina, adakalanya seseorang juga mendapat hinaan. Adapun tindakan 'tidak menghina' merupakan doktrin orang-orang yang sehat pikirannya. Sangat wajar dan pantas sikap menjatuhkan kawan dilakukan oleh orang-orang yang tidak waras.
"Sosok Pak Wandi seharusnya tidak pantas dihina. Karena beliau adalah salah seorang pahlawan yang pernah membangun daerah semasa menjabat gebernur," kata sebagian orang. Tetapi yang namanya makhluk hidup harus siap mendapat hinaan. Merujuk ke sejarah, tidak ada seorang pun manusia yang tidak mendapat hinaan. Mulai dari orang-orang biasa sampai dengan tokoh-tokoh besar. Malahan, beberapa tokoh masih sangat harum namanya karena hinaan.
Manusia yang merasa diri lahir dari air yang hina dia akan kebal terhadap hinaan. Sedangkan orang-orang yang terlahir/tercipta dari emas permata bahkan berlian, mereka akan memurkai kehidupan ini ketika ditempatkan sebagai standar manusia. Sejatinya, makhluk hidup harus siap mencapai puncak keemasan dan juga harus kebal hinaan.
"Kalau tidak siap menjalani hidup, mungkinkah kamu siap mati?"