Perang Memenangkan 'Calon' Kandidat Legislatif
Wednesday, November 02, 2016
"Tanyou saboh bangsa. Gob dikhem, dikalon tanyou meupake.
Tanyou saboh indatu. Gob disurak, dikalon tanyou semeupoh sabe-be droe.
Tanyou tameusyedara, nyou bumoe Aulia, bumoe Syuhada."
_________________
Seperti sedang mabuk. Pola pikir primitif merasuki kepala sebagian tim sukses. Paradigma kewajiban memenangkan sang calon sendiri meresahkan sesama timses yang tidak bersaing secara sehat di ranah perpolitikan. Dewasa ini, politik menaik-turunkan spanduk, bahkan merusak 'spanduk-spanduk yang tidak berdausa' itu adalah kelaziman di daerah-daerah tertentu.
Beberapa hari yang lalu. Sebelum spanduk Bang Wandi dan Pak Nova dirusak dengan lemparan cat. Sebelum sejumlah spanduk milik Partai Aceh dibakar. Beberapa spanduk milik calon legislatif dari kubu partai lain juga telah banyak menjadi korban.
Sebagian spanduk ada yang digorok leher foto sang caleg. Sebagiannya ada yang diiris-iris kepala kepalanya (foto), seperti halnya lumrah terjadi di Karbala. Bahkan, Sebagiannya lagi, 'spanduk tidak berdausa' itu dibumi-hanguskan.
Apakah yang demikian itu kemauannya sang kandidat? Tentu bukan. Mereka jauh lebih harmonis, lebih romantis duduk kursi panas dari pada perbuatan oknum/antek-antek yang tidak bertanggung jawab. (Kemesraan para kandidat bisa dilihat di Serambinews.com)
![]() | |
|
![]() |
Kemesraan Muzakir Manaf, Irwandi Yusuf dan Sofyan Dawood (Sumber Google) |
"Partai terbesar Aceh, seharusnya tidak wajar di ganggu gugat. Karena sebagian dari orang partai tersebut tengah memperjuangkan kedaulatan daerah," kata pendukung PA (Partai Aceh)
![]() |
Spanduk Partai Aceh dbakar (Sumber Facebook) |
![]() |
Spanduk Partai Aceh diturunkan (Sumber Facebook) |
"Sosok Pak Wandi seharusnya tidak pantas dihina. Karena beliau adalah salah seorang pahlawan yang pernah membangun daerah semasa menjabat gebernur," asumsi pendukung PNA (Partai Nasional Aceh)
![]() |
Spanduk Irwandi Nova di Lueng Putu Pidie Jaya |
Tidakan hina-menghina, caci-mencaci, ancam-mengancam, bahkan bunuh-membunuh merupakan bagian fitrah manusia yang sudah lama terjadi semenjak Nabi Adam, As beranak-cucu.
Demikian juga sebaliknya. Hari ini dihina, besoknya dipuji. Hari ini dicaci, besoknya disayangi. Hari ini dibunuh, besoknya diantar ke kuburan. Semua ini adalah bagian dari bumbu-bumbu manis sebuah kehidupan.
Adapun manusia yang merasa dirinya lahir dari air yang hina dia akan kebal terhadap berbagai macam hinaan. Sedangkan orang-orang yang terlahir/tercipta dari emas permata bahkan berlian, mereka akan memurkai kehidupan ini ketika ditempatkan sebagai standar manusia. Sejatinya, jalur makhluk hidup mencapai keemasan adalah kebal hinaan. Tokoh-tokoh dunia yang masih harum namanya sampai saat ini adalah mereka yang kebal terhadap segala bentuk hinaan.
![]() |
Mantan Gebernur dan Wakil Gebernur |
Namun, tidak salah bagi masyarakat biasa menjahui perkara fatal tersebut karena tidak ingin mengemban resiko. Sehingga 'larangan golput' diwarisi oleh mayoritas pengamat di luar ranah perpolitikan. Mereka hanya menginginkan kerukunan dalam kehidupan. Hal tersebut juga sangat wajar dan pantas dijadikan pilihan bagi mereka yang tidak menginginkan jalinan silaturrahim hancur, karena tanyou tameusyedara, saboh bangsa. Sayang seribu-kali sayang!
_____________
Dialog Generasi Golput.
***
"Kira-kira siapa yang akan memenangkan pilkada tahun ini?"
Dialog Generasi Golput.
"Kira-kira siapa yang akan memenangkan pilkada tahun ini?"
"Mudah-mudahan semua kalah?"
"Maksudnya?"
"Yaa. Tidak ada yang memenangkannya."
"Itu kan, mustahil dalam satu perlombaan tidak dimenangkan oleh satu kubu pun."
"Kalau semua kubu itu, menang?"
"Hehe, aneh!"
"Ironinya di kampungku, semua timses sedang bersaing untuk memenangkan kandidatnya masing-masing. Meskipun alur busuk yang mereka tempuh, tapi mereka ingin dilihat dan dinilai bersih oleh masyarakat buta, matanya."
"Alur busuk?"
"Iya, alur busuk. Sampai saat ini, mereka tidak siap jika kandidat-kandidat yang diusungnya kalah. Semua itu sudah terlihat sejak pertama kalinya baliho-baliho di pajang dan di gantung pada sudut-sudut jalan, tidak ada yang memilih jalur sehat."
"Tapi itu kan hal biasa, perpolitikan untuk menjatuhkan lawan. Tidak ada yang sehat, akalnya. Baik itu sang kandidat maupun antek-anteknya."
"Yaa. Itulah sebabnya orang-orang buta termakan omongan-omongan nakalnya. Mereka selalu berbicara melebihi batas-batas logika. Mulai dari menjanjikan bla-bla-bla sampai memperbudakkan agama."
"Sedih, mengapa masyarakat biasa yang selalu jadi korban?"
"Saya juga heran, seheran-herannya. Seharusnya spanduk-spanduk kandidat yang masih terpajang di pinggir jalan, meskipun leher dan kepalanya sudah dipotong, bisa diajdikan pelajaran bagi orang-orang berakal."
"Mungkin saja, itu ulahnya orang gila yang setapak demi setapak membuntuti jalan. Karena dilihat senyuman munafik tersurat di spanduk makanya dihancurkan kepalanya."
"Hahaha. Sejak kapan kamu bisa membaca watak orang gila? Bukannya yang bisa menterjemahkan maksud-maksud perbuatan orang gila, orang gila itu sendiri? Jangan-jangan kamu. ..."
"Yaa. Secara fakta dan cerita demi cerita! Mereka mampu melakukan hal-hal diluar batas kewajaran. Jadi, wajar saja berbuat demikian."
"Hahaha. Ada benarnya juga! Di kampung saya spanduk kandidat A, diturunkan oleh pendukung kandidat B. Spanduk kandidat B dipotong talinya oleh supporter kandidat C. Sedangkan spanduk kandidat C dibumi-hanguskan oleh parti pemenang kandidat D. Begitu sampai akhirnya spanduk-spanduk yang calegnya lemah bulu, terpaksa harus cengar-cengir menjauh dari kancah keramaian. Sehingga saat ini hanya spanduk-spanduk kandidat Z yang memenangkan sudut-sudut jalan."
"Berarti di kampungmu, banyak sekali orang-orang gila, termasuk kamu?"
"Oops! Saya? 'yang sedang-sedang saja'. Secara saya sebagai penontonnya gitu... ."
"Hahaha. Kalau dipilkada nanti menangnya kaum mafia, berarti mereka dipilih oleh komplotan babi. Sedangkan orang-orang tidak memilih mereka, bersiap-siaplah untuk dijadikan babi-babi."
"Hahaha." Teu-rhok bak jib kupi.
"Ternyata sipenanya, punya seribu-satu jawaban terhadap soalannya," batinnya.
***
"Ternyata sipenanya, punya seribu-satu jawaban terhadap soalannya," batinnya.
***
Dari sejumlah isu yang beredar, kerusuhan yang terjadi. Sudah seharusnya bagi pemerintah memvalidasi kelas khusus yang mendidik rohani seluruh masyarakat yang terlibat sebagai tim sukses dari berbagai partai politik.
Dengan adanya pendidikan yang mendidik rohaniyah bagi anggota yang terlibat, politik akan jauh lebih bersih, tidak extrem. Yang paling penting tidak membuat masyarakat biasa dilema dengan masalah-masalah tertentu. Karena tanpa adanya rakyat biasa, seseorang tidak akan pernah megah nama dan popularitasnya.
Apa yang terjadi di masa lalu, biarlah jadi masa lalu
Kita tetap saudara...
#AyoMondok#MariMengaji
#SalamPemiluDamai
![]() |
Ayo Mondok (Sumber : Santri Nusantara) |