-->

Entri yang Diunggulkan

Untukmu Sahabat Yang Namanya Tak Kusebut

Say No To Pilkabe | Pemilukada dan Kemenangannya


Panyoet Somproeng
Panyoet Somproeng
Fauzi RamliMalam ini teramat fakum. Kapasitas ketegangannya pun melebihi standardisasi malam-malam sebelumnya.


Entah apa yang bakal terjadi di keesokan hari, tidak ada yang sanggup meprediksi. Manusia hanya mampu berharap; semoga esok lebih baik dari hari ini.

Di bumi–yang antah berantah ini, do'a dan harapan seolah tidak ada suatu kepastian. Serba-serbi dalam kehidupan dimanage oleh teknologi.

Baca Juga

Mulai dari terbenamnya matahari hingga kesunyian malam datang, lini maya belum sepi. Sorak-sorak kemenangan sana-sini menjadi bukti akan kepemilikan–yang seolah mereka dapatkan esok hari.

Setelah membaca beberapa tanggapan, saya tersadar; ternyata fenomenal ketik amin masih menjamur di bumi maya. Hingga saat ini budaya menshare sana-sini merambah semua kalangan, dengan dalih supaya kemenangan sepenuhnya diperoleh oleh simpstisan dan tim pemenang.

"O–Tuhan! Kenapa malam dengan keadaan seperti saat ini bisa tercipta?" bisikku membatin.

Jujur! Semula saya tidak bisa memaklumi ketidakindahan malam seperti saat ini. Namun, perihal tersebut berubah drastis seketika. Tatkala memori merekam jejak silam, hati saya pun ikhlas menerima  prilaku dan praduga para tetangga dini hari.

Hatiku pun kembali membisik, "Inilah hidup, kemajuan hanya sebatas reka ulang keadaan yang pernah terjadi. Serba kamuflase"

Melebihi dari satu dasawarsa, perasaan saya juga pernah digelumuti oleh rasa-rasa yang tidak jelas layaknya keberadaan tetangga saat ini, semua serba hoax di mata orang lain. Namun bagiku, saat itu semua angan-angan harus kudapati dan kunikmati seindah mungkin. Tak perduli ocehan dan omongan orang, karena yang mereka bicarakan tidak pernah kudengar.

Sungguh! Aku tidak pernah tahu betapa bodohnya malam itu keadaannya terasa sangat fakum, . Karena menunggu fajar menyingsing demi merayakan hari kemenangan.

Hatiku terus berdegup kencang, tidak seperti malam-malam sebelumnya. Sehingga kegelapan malam membuat suasana semakin kacau. Padahal, semua alat dan planning untuk hari esok telah siap.

Baju baru yang dibelikan orang tuaku sudah sekian lama tersimpan rapi dalam lemari, tidak pernah tersentuh. Tiada hari tanpa memastikan keutuhannya, walaupun hanya sesaat.

Hati kecilku merindukan sosok hari kemenangan itu. Bagiku, membuka lemari dan memastikan keberadaannya adalah penawar pilu dan mengobati rindu.

Aku telah melakoni kebiasaan itu hari demi hari. Terkadang aku tidak sendiri, sepulang dari sekolah kuajak teman-teman ke rumah untuk melihat baju baru. Mereka juga mengajakku dalam hal yang sama. Setelah masing-masing melihat pakaian baru, kami saling merendahkan kepunyaan satu sama lain dan mengagungkan milik sendiri.

Waktu kian berlalu hingga minggu terus berlaji. Namun, aku dan teman-teman masih tetap istiqamah dengan serangkaian rutinitas–yang telah kuanggap penting.

Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu berganti–pergi meninggalkan rutinitasku menjenguk-jenguk isi lemari.

Malam ini memang tidak seperti malam kemarin, nuansanya sangat.


Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel