اَنَا اَيْضًا وَلَدُ الْفِيْكِ Ulon Pula Aneuk Pik
Sunday, February 07, 2016
Mendengar bunyi lonceng dari titik
tengah pondok tubuh Abdullah terbangun, sesa’ah setelah shalat Insya secara
berjamaah badan kecil itu dimanjakan ranjangnya. Ia bersiap-siap untuk
melanjutkan aktivitas seperti malam-malam biasanya, peci di atas lemari yang Ia simpan rapi kembali diraih, wajahnya
diarahkan ke dinding kamar yang tertempel roster pelajaran, sedangkan tangan
kanannya mengambil kitab Matan Binaa dan Matan Al-Ajurumiyah di rak kitab.
“Tok, tok-tok,” suara ketukan pintu
kamar. Tubuh gagah itu meninggalkan daun pintu yang terbuka dengan kalimat, “Kaa, ka-ka Teungku Ch‘èk kaa (Sudah nak sudah, sudah bisa naik
ngaji).” Satu persatu pintu kamar dibukanya, dan beberapa
gang asrama Ia lewatkan setiap malamnya.
Beberapa tahun silam, Sang Teungku
diamanahkan sebagai Ketua Umum oleh Pimpinan. Selain aktif belajar mengajar,
banyak pekerjaan lain yang diembannya terkait kehidupan keluarga. Kesibukan di
luar pondok tidak pernah membuatnya absen menjalankan tugas besarnya itu.
Tepat pukul 21.45 WPM (Waktu
Pengajian Malam), beliau rutin memukul keras lonceng yang digantung pada pohon
jambu, lonceng yang berbunyi menandakan santri-santri harus kembali
menindaklanjuti pembelajaran mereka. Tubuh yang kekar itu seolah tidak pernah
lelah naik turun tangga, selangkah demi selangkah beberapa asrama dilewatinya, tanggung
jawab begitu besar dalam mengindahkan aktivitas belajar mengajar di Dayah
tercinta.
Abdullah menutup pintu kamar, “Bismillahirahmanirrahim,”
dibaca ketika hendak memakai sandalnya. Santri kecil berumur 13 tahun itu
nampak sangat ceria terlihat dari raut wajahnya yang mungil, langkah yang begitu
ringan membuatnya seperti tidak pernah ada beban yang dipikirkan, setapak demi
setapak Ia menuju Mushalla tempat belajarnya.
Membuka buku catatan, terlihat
senyuman yang tertahan dari raut wajah
Abdullah. Ia membayangkan Guree dan teman-teman kelasnya tertawa lepas kemarin
malam. Karena beberapa saat
pelajaran dibuka, Guree menjelaskan adat-adat syarat setelah Majid menanyakannya.
Disela-sela penjelasan Guree tentang adawatiys syurut, mulutnya mengucapkan
kalimat :
"اِذَا رُتِيْكَ الْقُرُوْبُ لُهُبًا
بِإِكُوْرِهِ فَهُوَ نَجِسٌ، hahaha"
Manaf mencoba menghilangkan rasa penasaran diri dan
kawan-kawan dan memangkasnya, “Guree, artinya bagaimana?”.
Guree
melanjut, sebelum nafas Manaf berhenti dari kalimat tanyanya, “Meunyo diriteek
le keubeu akan luhoob deungoen iku jih, nyan nah najih (Ketika kerbau
memercikkan lumpur dengan ekornya, itu adalah najis).”
“Hahaha,” menggema
Mushalla, sejenak Abdullah dan teman kelasnya merasa terhibur malam kemarin.
Santri-santri berdiri ta’dhim ketika
Guree melangkah pelan menuju Mushalla, mereka duduk tenang setelah Sang Guree
menempati sudut Mushalla. Kitab Matan Binaa pelajaran yang pertama malam itu,
“Guree, اَيْضًا apa artinya?” tanya Ibrahim disela-sela Guree menerjemahkan kitab Arab
yang mereka pelajari.
Rokok yang sedang Guree
hisap dilepas, sembari menikmati sisa-sisa asap dimulutnya Ia menjawab, “اَيْضًا artinya pula/juga.”
“Nah, kalau اَنَا اَيْضًا وَلَدُ الْفِيْكِ kira-kira apa artinya, siapa diantara
kalian yang bisa memberi terjemahannya?” sambungnya.
Sesaat
ruang belajar senyap, Sang Guree melihat telunjuk salah seorang santrinya
terangkat setengah badan, “hehehe ka Teungku Ch‘èk chi jaweub (yaa coba Nyak Lah artikan)” Guree
memberi sedikit waktu untuk menjawab pertanyaannya.
“Lon
juga aa,,, Teungku اَلْفِيْكِ
apa artinya?” Abdullah tersipu malu setelah menjawab, sedangkan Syakubat dan
Syama’un tertawa riang ketika mendengar jawaban berbentuk pertanyaan dari
santri yang bertubuh kecil itu. Suasana kelas kembali gaduh, akhirnya Guree
memberi titik tengah dan menyelesaikan teka-tekinya sendiri.
“Beuh kaa, arti jih Lon
pula aneuk pik (Yaa sudah, terjemahannya Saya menanam biji gambas),”
humor Guree kembali menertawakan santri malam itu. “Wallahu ‘alamu
bisshawab wa ilaihil marji’ul wal maaap,” tukas Sang Guree sembari menutup
kitabnya. Melihat Abdullah bermuka masam, dengan nada sya’irnya yang khas
mahfudhat arabiyah dibaca Guree.
"فَلاَ تَعْدُدِ المَوْلَى شَرِيْكَكَ فِي الغِنَى ...
وَلَكِنَّمَا المَوْلَى شَرِيكُكَ فِي العُدْمِ"
“Artinya :
Bek tasangka yang
jroeh rakan yang jak sajan watee tanyou na,
Rakan setia yang na sajan watee tanyou hana hana sapeuna.”
(Janganlah kamu menyangka/menganggap bahwa yang dinamakan sahabat sejati adalah orang yang bersamamu disaat kamu sempurna,
Tetapi sahabat sejati yang sebenarnya adalah orang yang menemanimu disaat kamu rendah/susah/lemah/nista/kekurangan.)
Baca Juga
Syama’un dan Syakubat
terdiam kaku setelah memperhatikan syair Guree, semula mereka berdua kembali menggeledek
Abdullah karena kesilapannya tadi. Guree menakwilkan beberapa makna kata-kata
syairnya dan menjelaskan i’rab, kemudian Guree mengambil spidol lalu
membalikkan badannya dan mengarahakan ke papan tulis ;
فلا تعدد : الفاء حرف عطف، ولا ناهية، وتعدد فعل مضارع
مجزوم بلا، وعلامة جزمه السكون، والفاعل ضمير مستتر وجوبا تقديره:
أنت.
المولى : مفعول به أول منصوب بالفتحة المقدرة على
الألف للتعذر. وجملة تعدد معطوفة على ما قبلها.
شريكك : مفعول به ثان منصوب بالفتحة الظاهرة، وهو
مضاف، والكاف ضمير المخاطب في محل نصب مفعول به ثان.
في الغنى : جار ومجرور متعلقان بشريك.
ولكنما : الواو حرف استئناف، ولكن حرف استدراك لا
عمل له، وما كافة.
المولى : مبتدأ مرفوع بالضمة المقدرة.
شريكك : خبر مرفوع بالضمة، وشريك مضاف والكاف في
محل جر بالإضافة.
في العدم : جار ومجرور متعلقان بشريك. وجملة لكنما وما
بعدها لا محل لها من الإعراب.
Selesai santri menulis
catatan kecil yang ditulis Guree di papan, Guree mengulang membakar rokok
Mild-nya, sempat beberapa batang rokok Guree habiskan ketika mengajar,
puntung-puntung rokoknya dibuang ke luar jendela sebelah kanan tempat Ia duduk.
Seperti biasa diakhir
pengajian ditutup Guree berkata, “Beuh ka, seulaweut! (Bershalawatlah!).”
Sebagian membaca shalawat sambil berdiri santri berdiri, sedangkan sebagiannya
lagi merapikan buku dan kitab-kitab di depan tempat duduknya masing-masing. Satu
persatu diantara mereka menggerakkan langkahnya menuju sudut Mushalla, kemudian
mencium tangan Sang Guree dan memintanya izin.
Aceh Besar, 07 Februari 2016