-->

Entri yang Diunggulkan

Untukmu Sahabat Yang Namanya Tak Kusebut

اَنَا اَيْضًا وَلَدُ الْفِيْكِ Ulon Pula Aneuk Pik

            “Tiiing, tiing,,, ting-ting-ting,,,”
          Mendengar bunyi lonceng dari titik tengah pondok tubuh Abdullah terbangun, sesa’ah setelah shalat Insya secara berjamaah badan kecil itu dimanjakan ranjangnya. Ia bersiap-siap untuk melanjutkan aktivitas seperti malam-malam biasanya, peci di atas lemari yang  Ia simpan rapi kembali diraih, wajahnya diarahkan ke dinding kamar yang tertempel roster pelajaran, sedangkan tangan kanannya mengambil kitab Matan Binaa dan Matan Al-Ajurumiyah di rak kitab.

            “Tok, tok-tok,” suara ketukan pintu kamar. Tubuh gagah itu meninggalkan daun pintu yang terbuka dengan kalimat, “Kaa, ka-ka Teungku Ch‘èk kaa (Sudah nak sudah, sudah bisa naik ngaji). Satu persatu pintu kamar dibukanya, dan beberapa gang asrama Ia lewatkan setiap malamnya.
            Beberapa tahun silam, Sang Teungku diamanahkan sebagai Ketua Umum oleh Pimpinan. Selain aktif belajar mengajar, banyak pekerjaan lain yang diembannya terkait kehidupan keluarga. Kesibukan di luar pondok tidak pernah membuatnya absen menjalankan tugas besarnya itu.
            Tepat pukul 21.45 WPM (Waktu Pengajian Malam), beliau rutin memukul keras lonceng yang digantung pada pohon jambu, lonceng yang berbunyi menandakan santri-santri harus kembali menindaklanjuti pembelajaran mereka. Tubuh yang kekar itu seolah tidak pernah lelah naik turun tangga, selangkah demi selangkah beberapa asrama dilewatinya, tanggung jawab begitu besar dalam mengindahkan aktivitas belajar mengajar di Dayah tercinta.
            Abdullah menutup pintu kamar, “Bismillahirahmanirrahim,” dibaca ketika hendak memakai sandalnya. Santri kecil berumur 13 tahun itu nampak sangat ceria terlihat dari raut wajahnya yang mungil, langkah yang begitu ringan membuatnya seperti tidak pernah ada beban yang dipikirkan, setapak demi setapak Ia menuju Mushalla tempat belajarnya.

Membuka buku catatan, terlihat senyuman yang tertahan dari raut wajah Abdullah. Ia membayangkan Guree dan teman-teman kelasnya tertawa lepas kemarin malam. Karena beberapa saat pelajaran dibuka, Guree menjelaskan adat-adat syarat setelah Majid menanyakannya. Disela-sela penjelasan Guree tentang adawatiys syurut, mulutnya mengucapkan kalimat :
"اِذَا رُتِيْكَ الْقُرُوْبُ لُهُبًا بِإِكُوْرِهِ فَهُوَ نَجِسٌ، hahaha"          
Manaf mencoba menghilangkan rasa penasaran diri dan kawan-kawan dan memangkasnya, “Guree, artinya bagaimana?”.
Guree melanjut, sebelum nafas Manaf berhenti dari kalimat tanyanya, “Meunyo diriteek le keubeu akan luhoob deungoen iku jih, nyan nah najih (Ketika kerbau memercikkan lumpur dengan ekornya, itu adalah najis).”
“Hahaha,” menggema Mushalla, sejenak Abdullah dan teman kelasnya merasa terhibur malam kemarin.
Santri-santri berdiri ta’dhim ketika Guree melangkah pelan menuju Mushalla, mereka duduk tenang setelah Sang Guree menempati sudut Mushalla. Kitab Matan Binaa pelajaran yang pertama malam itu, “Guree, اَيْضًا apa artinya?” tanya Ibrahim disela-sela Guree menerjemahkan kitab Arab yang mereka pelajari.
Rokok yang sedang Guree hisap dilepas, sembari menikmati sisa-sisa asap dimulutnya Ia menjawab, “اَيْضًا artinya pula/juga.”
“Nah, kalau اَنَا اَيْضًا وَلَدُ الْفِيْكِ kira-kira apa artinya, siapa diantara kalian yang bisa memberi terjemahannya?” sambungnya.
Sesaat ruang belajar senyap, Sang Guree melihat telunjuk salah seorang santrinya terangkat setengah badan, “hehehe ka Teungku Ch‘èk chi jaweub (yaa coba Nyak Lah artikan)” Guree memberi sedikit waktu untuk menjawab pertanyaannya.

“Lon juga aa,,, Teungku اَلْفِيْكِ apa artinya?” Abdullah tersipu malu setelah menjawab, sedangkan Syakubat dan Syama’un tertawa riang ketika mendengar jawaban berbentuk pertanyaan dari santri yang bertubuh kecil itu. Suasana kelas kembali gaduh, akhirnya Guree memberi titik tengah dan menyelesaikan teka-tekinya sendiri.
“Beuh kaa, arti jih Lon pula aneuk pik (Yaa sudah, terjemahannya Saya menanam biji gambas),” humor Guree kembali menertawakan santri malam itu. “Wallahu ‘alamu bisshawab wa ilaihil marji’ul wal maaap,” tukas Sang Guree sembari menutup kitabnya. Melihat Abdullah bermuka masam, dengan nada sya’irnya yang khas mahfudhat arabiyah dibaca Guree.
"فَلاَ تَعْدُدِ المَوْلَى شَرِيْكَكَ فِي الغِنَى ... وَلَكِنَّمَا المَوْلَى شَرِيكُكَ فِي العُدْمِ"
“Artinya :
Bek tasangka yang jroeh rakan yang jak sajan watee tanyou na,
Rakan setia yang na sajan watee tanyou hana hana sapeuna.”
(Janganlah kamu menyangka/menganggap bahwa yang dinamakan sahabat sejati adalah orang yang bersamamu disaat kamu sempurna,

Baca Juga

Tetapi sahabat sejati yang sebenarnya adalah orang yang menemanimu disaat kamu rendah/susah/lemah/nista/kekurangan.)
Syama’un dan Syakubat terdiam kaku setelah memperhatikan syair Guree, semula mereka berdua kembali menggeledek Abdullah karena kesilapannya tadi. Guree menakwilkan beberapa makna kata-kata syairnya dan menjelaskan i’rab, kemudian Guree mengambil spidol lalu membalikkan badannya dan mengarahakan ke papan tulis ; 

فلا تعدد : الفاء حرف عطف، ولا ناهية، وتعدد فعل مضارع مجزوم بلا، وعلامة جزمه السكون، والفاعل ضمير مستتر وجوبا تقديره: أنت.
المولى   : مفعول به أول منصوب بالفتحة المقدرة على الألف للتعذر. وجملة تعدد معطوفة على ما قبلها.
شريكك : مفعول به ثان منصوب بالفتحة الظاهرة، وهو مضاف، والكاف ضمير المخاطب في محل نصب مفعول به ثان.
في الغنى : جار ومجرور متعلقان بشريك.
ولكنما : الواو حرف استئناف، ولكن حرف استدراك لا عمل له، وما كافة.
المولى : مبتدأ مرفوع بالضمة المقدرة.
شريكك : خبر مرفوع بالضمة، وشريك مضاف والكاف في محل جر بالإضافة.
في العدم : جار ومجرور متعلقان بشريك. وجملة لكنما وما بعدها لا محل لها من الإعراب.


Selesai santri menulis catatan kecil yang ditulis Guree di papan, Guree mengulang membakar rokok Mild-nya, sempat beberapa batang rokok Guree habiskan ketika mengajar, puntung-puntung rokoknya dibuang ke luar jendela sebelah kanan tempat Ia duduk.
Seperti biasa diakhir pengajian ditutup Guree berkata, “Beuh ka, seulaweut! (Bershalawatlah!).” Sebagian membaca shalawat sambil berdiri santri berdiri, sedangkan sebagiannya lagi merapikan buku dan kitab-kitab di depan tempat duduknya masing-masing. Satu persatu diantara mereka menggerakkan langkahnya menuju sudut Mushalla, kemudian mencium tangan Sang Guree dan memintanya izin.

Aceh Besar, 07 Februari 2016

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel