Rindu Dongeng Satu Juta PerKK
Sunday, October 30, 2016
Sebelum menulis tentang dongeng, kita sudah membaca dan melihat sebuah dongeng. Mata yang terbuka mengisahkan dogeng di alam mimpi. Mata yang terpejam, memimpikan dongeng alam sadar. Nah, sebelum dan sesudah selalu ada dogeng diantara kita.
Karena dongeng, suatu keindahan tersendiri bagi siapapun yang mampu menikmatinya.
Anak-anak hidup dengan dongeng remaja nakal. Remaja berjalan di atas dongeng lelaki dewasa yang nakal. Orang dewasa menterjemahkan hidup dengan dongeng si tua-tua nakal. Para orang tua hidup dengan realita kematian. Karena mati adalah keniscayaan.
Dalam keluarga. Seorang adik, larut dengan dongeng kakaknya. Seorang kakak, telah duluan larut dengan dogeng kakaknya lagi. Seorang kakaknya lagi, sudah lebih dulu larut dengan dongeng kakak-kakaknya. Kakak-kakaknya sudah terlanjur larut dengan dongeng-dongeng para kakak-kakaknya lagi. Begitu juga sebaliknya, hingga seterusnya.
Masih dalam keluarga. Anak-anak hidup tumbuh dengan dongeng orang tua. Suatu saat, orang tua terpaksa harus menelan dongeng-dongeng anak-anaknya. Suami yang mendongengkan istri suatu waktu juga harus menelan mentah-mentah dongeng istrinya.
Keluar dari ranah keluarga, jejaki dunia persahabatan. Seorang teman asyik dengan dongeng temannya. Temannya telah duluan asyik dengan dongeng teman-temannya. Teman-temannya sudah lebih dulu asyik dengan dongeng teman-temannya lagi. Teman-teman kadung asyik dengan dongeng teman-teman. Sehingga, ada dongeng dalam persahabatan.
Anak-anak hidup dengan dongeng orang-orang yang lebih dulu cicip nasi pisang. Sesorang yang menganggap diri punya pengalaman berkesempatan medongengkan orang-orang yang dianggapnya tidak punya pengalaman.
Dongeng, ada di mana-mana. Bisa mengena siapa saja, dalam ranah dan bentuk apapun.
Oleh karena demikian, tidak sedikit media-media dan pemerintah berhasil mendogengkan rakyat. Meskipun masyarakat biasa tidak bisa berdongeng dengan kaum kepemerintahan.
Diriku, merindukan dongeng satu juta per-KK. lol