Ketika Uang Meugang Jomblo Dirampok
Tuesday, May 23, 2017
Fauzi Ramli - Dalam tulisan yang relatif singkat
ini, saya ingin berbagi pengalaman–lintasan lalu lintas. Minggu, 21 Mei, 2017
tepat pukul 15.00 saya bersama seorang teman dihentikan oleh seorang petugas
yang melakukan razia dengan sistem hunting di jalan depan MRB, Banda Aceh.
Dengan penuh kesadaran coretan singkat ini sengaja saya tulis, karena menganggap bermanfaat bagi saya sendiri sebagai pengalaman. Mungkin, juga berguna bagi siapa saja yang membacanya. Keep waspada dan berhati dua,
(hati-hati). Cikidot...
Tinggal menghitung hari tibanya Meugang.
Selang–kurang tiga puluh hari kemudian lebaran pun datang. Bagi kepala
keluarga, momentum dua hari tersebut lazimnya membutuhkan biaya besar untuk
kebutuhan hari meugang dan keperluan ramadhan serta hajat lebaran.
Semua kita mengetahui bahwa; mentaati peraturan lalu lintas dengan menjaga
standar tertib administrasi, dan membiasakan diri untuk memeriksa kelengkapan
surat serta mengenakan helm berstandar nasional tatkala hendak berkemudi tak
ubah umpanya, seperti pepatah; 'Sediakan payung sebelum hujan'.
Hujan, rahmat Tuhan yang tidak dapat diprediksi oleh siapapun yang menghindari
dirinya dari kepribadian yang mereka-reka/meramal. Adakalanya, ia turun sesaat
setelah langit menghitam. Sekali waktu, turunnya sejenak setelah panas matahari
membakar sendi-sendi dan isi kerak bumi.
Mengenai metode penurunan hujan, Al-'Allamah Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad
Ash-Shawi Al-Maliki dalam kitabnya yang berjudul "Hasyiah Ash-Shawi 'ala
Tafsir Al-Jalalain" mengemukakan, bahwa; terdapat dua gagasan terkait proses
turunnya hujan ke bumi.
Pertama; menurut faham aliran Ahli Sunnah wal Jama'ah, air hujan berasal dari
surga. Allah menaruh di atas awan sesuai dengan kadarnya. Kemudian bongkahan
awan yang berisikan air tersebut dihujaniNya ke permukaan-permukaan bumi–dimana
tempat Ia kehendaki.
Kedua; menurut anggapan aliran Mu'tazilah, air hujan turun ke bumi melalui
proses penguapan. Air laut yang asin diserap oleh ketinggian gumpalan kabut
setakar dengan ukurannya. Kemudian udara meniupnya hingga tawar. Lalu, Allah
membawa kabut yang berisi air di dalamnya untuk dihujaniNya ke bumi–di
daerah-daerah tertentu yang kehendakiNya.
Nah! Selaku masyarakat biasa, kita tidak pernah tahu dan dapat memprediksi
terhadap kapan serta dimana areal razia/pemeriksaan serentak dilaksanakan. Sehingga,
ulah ketidakhati-hatian diri sendiri acap menjadi korban kepiawaian sang pemegang
mandat.
Kerab waktu dan keadaan kian mengubah kehidupan seseorang; dari semulanya tidak
baik menjadi baik, dari baik berubah menjadi lebih baik, bahkan dari yang
dulunya tidak baik menjadi lebih buruk. Inilah kehidupan, semua berputar pada
porosnya.
Kendati meugang di depan mata, logika sederhananya seorang kepala keluarga
membutuhkan biaya besar. Meskipun bertepatan dengan tanggal tua, sebagai
seorang yang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga hendaklah menyiapkan
persiapan meugang. Berbagai cara pun harus dilakukannya demi mengantongi uang
perangsang untuk membeli daging dan serta kelengkapan Ramadhan lainnya.
Karena dianggap telah berhasil mengenyam pendidikan ala militeran, mereka
diberi kekuasaan oleh pemerintah untuk menjaga keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas warga di hari-hari biasa hingga hari-hari besar. Selain
itu, mereka juga diberi amanah untuk menjaga keamanan negara dari berbagai
macam ancaman.
Terlepas dari geng–mu'allamah lil bilad, mereka hanyalah kawanan
manusia-manusia biasa. Sama seperti sekelompok manusia lain. Membutuhkan makan
dan minum. Mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga serta keinginan untuk
mencukupi kebutuhan hidup lainnya.
Namun demikian, sering karena kesombongan
mereka– yang masih labil, menggunakan mandat di areal tempat ia bekerja hanya
untuk mencapai hasrat syahwatnya saja. Sehingga dengan itu ia merampas hak-hak
orang lain, layaknya sang Qatha' Thariq.
Ulasan di atas berbeda dengan perihal yang dialami petugas keamanan di wilayah
Aceh. Khususan di Aceh, dengan surat tugas mereka konsisten menjaga keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Tidak menakut-nakuti
warga, apalagi merampas haknya. Justru dengan keramahtamahannya mereka dikenal
dan dibanggakan oleh pemerintah daerah serta dihormati oleh kalangan masyarakat
setempat.
AKBP Drs. H. Adnan atau dikenal "Polisi meu pep-pep" salah seorang
contoh panutan masyarakat Aceh. Pria yang berkelahiran di Meureudu 10/03/1960
ini tidak pernah bosan-bosannya memberi peringatan kepada setiap pengendara
pengguna jalan yang tidak mentaati aturan lalu lintas. Berkat kesederhaan dan
konsistesinya, ia sempat meperoleh beberapa kali penghargaan dari pemerintah
Aceh, pemerintah Kota, bahkan dari beberapa lembaga pembatu kepemerintahan Aceh
lainnya.
Namun, terlepas dari itu, seyogyanya bagi siapa saja dan dimana saja–para
driver, tetap berwaspada dan mawas diri supaya tidak berurusan dengan gangster
jalanan tersebut. Senatiasa mengingat anak, istri serta sanak famili yang
sedang menunggu dan menanti-nanti kepulangan Anda, di rumah.
Banda Aceh, 23/05/2017