Apa Karya: Pula Janeng Ngat Bek Deuk
Tuesday, January 31, 2017
Fauzi Ramli - Fenomenal
Janeng kembali viral di lini maya setelah puluhan tahun tenggelam di dunia
nyata. Wajar! Faktor pelestarian alam dan budaya. Akibatnya, mayoritas
masyarakat Aceh tidak lagi mengenal Janeng. Apalagi generasi 90an ke atas,
minim sekali yang mengetahui bagaimana bentuk dan rasanya sang Janeng.
Terhadap
generasi-generasi yang pernah mengkosumsi Janeng, tentu mengetahui apa itu
Janeng dan bagaimana bentuknya. Berbeda dengan kalangan yang sama sekali belum
pernah melihat dan mendengar perihal Janeng, mereka akan terkejut dan bertanya
tentang Janeng ketika sang Janeng menjadi viral.
Setalah
selesainya debat kandidat sesi terakhir, 31/01/2017. Para pengguna media sosial
digalakkan memposting quotes Janeng, bla bla bla. Meme-meme Janeng pun beredar
cepat di branda Facebook, akun Twitter dan Bbm. Pengrajin blog juga tidak
tinggal diam memanfaatkan berita viral tersebut.
Apa Karya,
salah seorang peserta debat kandidat calon gubernur Aceh–yang dikenal
masyarakat Aceh dengan keacehaan dan humoris nan melekat kental dari raut
parasnya. Sehingga, masyarakat pencinta humor–melihatnya saja, langsung
meninggalkan sejuta tawa. Lebih-lebih lagi ketika tutur bahasa yang
dikeluarkannya. Spontanitas para audien memperhatikan dan mendengar tentang apa
yang akan diungkapkan oleh seorang Apa.
Di atas
pentas debat kandidat, Apa bersuara; menganjurkan masyarakat Aceh untuk menanam
Janeng supaya tidak lapar. Belum habis pembicaraannya ditutup, teriak histeris
penonton yang di depan panggung terus melanjut. Senyuman dan tawa kecil
dipenghujung pernyataannya juga selalu ditunggu-tunggu penonton.
Di acara
debat kandidat sesi terakhir tersebut, sang Apa telah berhasil menghipnotis
para audien dengan ajakan membudidayakn janeng. Otomatis, tidak perlu menunggu
lama; pendukung Apa Karya dan perindu humor, mulai desas desus menyebarluaskan
quotes Janeng. Baik itu tulisan singkat, meme dan juga gambar-gambar Janeng
lainnya.
Melihat
kondisi maya pasca debat kandidat, di berbagai semakin ramai membicarakan
tentang Janeng. Sebagai salah seorang pencinta humor, sekaligus generasi yang
pernah mengkosumsi janeng; aku pun ikut serta menyemarakkan fenomenal Janeng
tersebut.
Setelah
mendownload satu meme Janeng yang dibagikan oleh salah seorang teman di akun
Facebook. Display picture di akun Bbm pun segera ku ganti. Tiba-tiba perutku
keroncongan, Janeng-janeng yang bertebaran tidak membuatku kenyang. Sehingga
gadget ku tinggalkan di meja kerja, tanpa menulis satu katapun di personal
message. Aku bergegas melangkah ke warung tetangga untuk memesan makan.
Sesaat
setelah kembali dari rak Mie Aceh; tempat pesan makanan, aku mendapati
teman-teman media sosial tengah gaduh bertanya dan menertawakan display picture
yang sebelumnya ku pasang dii akun Bbm.
Satu demi
satu kegaduhan teman-teman ku respon dengan emotion-emotion tawa. Tiba-tiba,
masuk dua orang teman lulusan sarjana Pendidikan Bahasa Arab.
"Janeng
itu apa, Bang?" Tanyanya.
"Kapaloe!
Masak gak kenal Janeng? Coba cek DP." Balasku.
"Udah!
Sebenarnya Janeng itu apa sih? Kok, aku gak pernah lihat ya!?" Sambungnya
lagi penuh penasaran.
"Janeng
itu,,,, ya Janeng." Pungkasku dengan emotion mulut yang terbuka lebar.
"Berhati-hatilah!
Kalau Apa Karya memenangkan pilkada, orang-orang yang gak kenal Janeng diberi
beasiswa kulyah ke luar negeri," tambahku.
"Maksudnya?"
"Disuruh
keluar dari bumi Aceh."
"Bulsyiittt!"
Balasnya singkat.
"Hahaha.
Tunggu aku bahas di artikel nanti," responku menutup chatingan.
Belum
selesai ku beranjak dari teman yang di atas, teman sebangku kulyah dulu masuk
lagi–membuka chatingan baru dan membuatku ternganga.
"Bang.
Janeng itu sejenis Sagu, ya?"
Keningku
berkerut drastis. Perlahan jamari jempolku membalas chatingannya, "Wajhu
syabahnya, kok jauh panggang dari api?"
"Tapi,
dulu aku pernah makan."
"Sebegitukah
kamu membenci masa lalumu? Katanya pernah makan. Tapi untuk mendeskriptifnya
saja kamu tidak mampu!"
"Itukan
masa lalu, Bang." Pungkasnya dengan emotion tawa.
"Tunggu
ku bahas di artikel, nanti," balasku mengakhiri chatingannya.
Aku hampir
lupa, bahwa; aku sedang menunggu pesanan. Karena biasanya menghabiskan waktu
yang panjang untuk menunggu pesanan. Masakan lezat pemilik warung tetangga
membuat pemesan selalu harus antrian.
Berbeda saat
Janeng kembali fenomenal, terasa tidak lama menunggu pesananku diantar. Padahal
ekor kucing belum selesai ku lurusi dengan teman; alumi jurusan bahasa.
Di warung
tetangga–sesaat setelah menyantap Mie Aceh, aku memesan kopi sikhan. Sembari
menunggu jadwal PDAM, ku nikmati malam dan janjiku dengan cafein-cafein yang
tersisa di sudut pelupuk mata.
Malam
semakin larut, subtantif bahasan Janeng belum ku sentuh sedikitpun. Padahal
azan pertama sedang dikumandang. Tapi, PDAM juga belum datang. Apes benar!
Pemirsa.
Janeng itu apa? Cikidot:
Janeng
adalah tumbuhan sejenis dengan Gadung. Ia merupakan buah-buahan yang tumbuh dan
besar di dalam tanah. Keduanya termasuk katagori Umbi-umbian. Dalam bahasa
Indonesia disebut Ubi Iwi atau Ubi racun.
Di artikel
singkat ini, penulis belum mampu membagi tentang cara pembuatan sang Janeng.
Namun, pengelohan Janeng itu dilakukan secara bertahap. Sehingga penikmat
Janeng tidak terkena racun dan tidak terjangkit gatal-gatal saat
mengkosumsinya. Pernah di suatu abad, Janeng juga dikosumsi sebagai makanan
pokok, pengganti nasi.
"O,
Janeng! Kenapa engkau menjadi viral," pikirku membatin–tatkala melihat
artikel rampung.
Terimakasih
Janeng. Terimakasih, terimakasih-terimaksih.
Engkau, memang benar-benar Janeng!
Banda Aceh, 31/01/2017